Barangsiapa yang bergantung kepada selain Allah, niscaya dia akan ditelantarkan. Sebab hanya Allah satu-satunya tempat berlindung, meminta keselamatan, dan tumpuan harapan. Allah, Rabb yang menguasai segenap langit dan bumi, tidak ada satupun makhluk yang luput dari kekuasaan dan ilmu-Nya. Segala manfaat dan madharat berada di tangan-Nya. Maka sungguh mengherankan apabila manusia yang lemah bersandar kepada sesama makhluk yang lemah pula, mengapa dia tidak menyandarkan urusannya kepada Allah ta’ala yang maha kuasa ?
Bukankah
setiap hari, di setiap kali sholat, bahkan dalam setiap raka’at sholat
kita selalu membaca ayat yang mulia, ‘Iyyaka na’budu wa iyyaka
nasta’in’; hanya kepada-Mu ya Allah kami beribadah, dan hanya kepada-Mu
kami meminta pertolongan… Oleh sebab itu bagi seorang mukmin, tempat
menggantungkan hati dan puncak harapannya adalah Allah semata, bukan
selain-Nya. Kepada Allah lah kita serahkan seluruh urusan kita… Allah
ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan kepada Allah saja hendaknya kalian
bertawakal, jika kalian benar-benar beriman.” (QS. al-Ma’idah: 23).
Ayat yang mulia ini menunjukkan kewajiban menggantungkan hati
semata-mata kepada Allah, bukan kepada selain-Nya. Tawakal adalah
ibadah. Barangsiapa menujukan ibadah itu kepada selain Allah maka dia
telah melakukan kemusyrikan (lihat al-Jadid fi Syarh Kitab at-Tauhid,
hal. 256)
Barangsiapa
yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupi
kebutuhannya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang
bertawakal kepada Allah, maka Dia pasti akan mencukupinya…” (QS.
ath-Thalaq: 3). Ayat yang agung ini menunjukkan bahwasanya tawakal
merupakan salah satu sebab utama untuk bisa mendapatkan kemanfaatan
maupun menolak kemadharatan. Tawakal adalah kewajiban dan ibadah.
Barangsiapa yang menujukan ibadah ini kepada selain Allah maka dia telah
berbuat kemusyrikan (lihat al-Jadid fi Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 260)
Salah
satu bentuk perbuatan bergantung kepada selain Allah adalah dengan
meminta perlindungan dan keselamatan hidup kepada selain Allah, entah
itu jin, penghuni kubur ataupun yang lainnya. Allah ta’ala berfirman
(yang artinya), “Janganlah kamu menyeru kepada selain Allah, sesuatu
yang jelas tidak menjamin manfaat maupun madharat kepadamu, apabila kamu
tetap melakukannya niscaya kamu termasuk golongan orang-orang yang
zalim.” (QS. Yunus: 106). Mendatangkan manfaat dan menolak madharat
adalah kekhususan yang dimiliki Allah. Barangsiapa yang berdoa kepada
selain Allah dan dia meyakini bahwasanya yang dia seru itu menguasai
kemanfaatan dan kemadharatan sebagai sekutu bagi Allah, maka
sesungguhnya dia telah berbuat kemusyrikan (lihat al-Jadid fi Syarh
Kitab at-Tauhid, hal. 104)
Allah
ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan apabila Allah menimpakan kepadamu
suatu bahaya maka tidak ada yang bisa menyingkapnya selain Dia, dan
apabila Dia menghendaki kebaikan bagimu maka tidak ada yang bisa menolak
keutamaan dari-Nya. Allah timpakan musibah kepada siapa saja yang Dia
kehendaki, dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.
Yunus: 107). Ayat yang agung ini menunjukkan bahwa menyingkap
keburukan/bahaya dan mendatangkan manfaat merupakan kekhususan Allah
‘azza wa jalla. Barangsiapa yang mencari hal itu dari selain Allah
sesungguhnya dia telah berbuat kemusyrikan (lihat al-Jadid fi Syarh
Kitab at-Tauhid, hal. 105)
Ini
semua menunjukkan kepada kita bahwa kesempurnaan iman dan tauhid
seorang hamba ditentukan oleh sejauh mana ketergantungan hatinya kepada
Allah semata dan upayanya dalam menolak segala sesembahan dan tempat
berlindung selain-Nya. Kalau Allah yang menguasai hidup dan mati kita,
lalu mengapa kita gantungkan hati kita kepada jin dan benda-benda mati
yang tidak menguasai apa-apa?!