“Mencuci mata” sudah menjadi kebiasaan dan budaya banyak orang terutama di kalangan para muda. Nongkrong di pinggir jalan untuk “mencuci mata”, menikmati pemandangan alam yang indah dan penuh pesona sudah menjadi adat sebagian orang. Namun yang menjadi pertanyaan adalah alam apakah yang sedemikian indahnya sehingga menjadikan para pemuda begitu banyak yang tertarik dan terkadang mereka nongkrong hingga berjam-jam? Ternyata alam tersebut adalah wajah manis para wanita. Apalagi sampai terlontar dari sebagian mereka pemahaman bahwa memandang wajah manis para wanita merupakan ibadah dengan dalih, “Saya tidaklah memandang wajah para wanita karena sesuatu (hawa nafsu), namun jika saya melihat mereka saya berkata, “Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik”[1]
Ini
jelas merupakan racun syaithan yang telah merasuk dalam jiwa-jiwa
sebagian kaum muslimin. Pada hakekatnya istilah yang mereka gunakan
(cuci mata) merupakan istilah yang telah dihembuskan syaithan pada
mereka. Istilah yang benar adalah “Ngotori mata”.
Kebiasaan
yang sudah merebak di dunia ini memang sulit untuk ditinggalkan. Bukan
cuma orang awam saja yang sulit untuk meninggalkannya bahkan betapa
banyak ahli ibadah yang terjerumus ke dalam praktek “ngotori mata” ini.
Masalahnya alam yang menjadi fokus pandangan sangatlah indah dan
dorongan dari dalam jiwa untuk menikmati pesona alam itupun sangat
besar.
Oleh
karena itu penulis mencoba untuk memaparkan beberapa perkara yang
berkaitan dengan hukum pandangan, semoga bermanfaat bagi penulis
khususnya dan juga bagi saudara-saudaraku para pembaca yang budiman.
Fadhilah menjaga pandangan
Menjaga
pandangan mata dari memandang hal-hal yang diharamkan oleh Allah
merupakan akhlak yang mulia, bahkan Rasulullah r menjamin masuk surga
bagi orang-orang yang salah satu dari sifat-sifat mereka dalah menjaga
pandangan.
Abu Umamah berkata,”Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اُكْفُلُوا
لِي بِسِتٍ أَكْفُلْ لَكُمْ بِالْجَنَّةِ, إِذَا حَدَّثَ أَحَدُكُمْ فَلاَ
يَكْذِبْ, وَ إِذَا اؤْتُمِنَ فَلاَ يَخُنْ, وَ إِذَا وَعَدَ فَلاَ
يُخْلِفْ, غُضُّوْا أَبْصَارَكُمْ, وَكُفُّوْا أَيْدِيَكُمْ, وَاحْفَظُوْا
فُرُوْجَكُمْ
“Berilah
jaminan padaku enam perkara, maka aku jamin bagi kalian surga. Jika
salah seorang kalian berkata maka janganlah berdusta, dan jika diberi
amanah janganlah berkhianat, dan jika dia berjanji janganlah
menyelisihinya, dan tundukkanlah pandangan kalian, cegahlah
tangan-tangan kalian (dari menyakiti orang lain), dan jagalah kemaluan
kalian.”
Bahkan
orang jahiliyahpun mengetahui bahwa menjaga pandangan adalah akhlak
yang mulia. Berkata ‘Antarah bin Syaddad seorang penyair di zaman
jahiliyah:
وَأَغُضُّ طَرْفِي مَا بَادَتْ لِي جَارَتِي حَتَّى يُوَارِيَ جَارَتِي مَأْوَاهَا
“Dan akupun terus menundukkan pandanganku tatkala tampak istri tetanggaku sampai masuklah dia ke rumahnya”
Syaikh
Abdurrazzaq bin Abdilmuhsin Al-‘Abbad –Hafidzohumulloh- berkata,”Inilah
salah satu akhlak mulia yang dipraktekkan oleh orang pada zaman
jahiliyah, namun yang sangat memprihatinkan justru kaum muslimin di
zaman sekarang meninggalkannya.”
Menjaga pandangan di zaman sekarang ini sangatlah sulit
Menjaga
pandangan dari hal-hal yang dilarang memang perkara yang sangat sulit
apalagi di zaman sekarang ini. Hal-hal yang diharamkan untuk dipandang
hampir ada disetiap tempat, di pasar, di rumah sakit, di pesawat, bahkan
di tempat-tempat ibadah. Majalah-majalah, koran-koran, televisi
(ditambah lagi dengan adanya parabola), gedung-gedung bioskop penuh
dengan gambar-gambar seronok dan porno alias para wanita yang
berpenampilan vulgar. Wallahul Musta’an…
Bagaimana
para lelaki tidak terjebak dengan para wanita yang aslinya merupakan
keindahan kemudian bertambah keindahannya tatkala para wanita tersebut
menghiasi diri mereka dengan alat-alat kecantikan, dan lebih bertambah
lagi keindahannya jika yang menghiasi adalah syaithan yang memang ahli
dalam menghiasi para wanita. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkata
المَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتْ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ
“Wanita adalah aurat, jika ia keluar maka syaitan memandangnya”
Berkata
Al-Mubarokfuuri, “Yaitu syaitan menghiasi wanita pada pandangan para
lelaki, dan dikatakan (juga) maksudnya adalah syaitan melihat wanita
untuk menyesatkannya dan (kemudian) menyesatkan para lelaki dengan
memanfaatkan wanita tersebut sebagai sarana…”
Diantara
penyebab terjangkitinya banyak orang dengan penyakit ini, bahkan
menimpa para penuntut ilmu, karena sebagian mereka telah dibisiki
syaithan bahwasanya memandang wanita tidaklah mengapa jika tidak
diiringi syahwat. Atau ada yang sudah mengetahui bahwasanya hal ini
adalah dosa namun masih juga menyepelekannya. Yang perlu digaris bawahi
adalah banyak sekali orang yang terjangkit penyakit ini dan mereka
terus dan sering melakukannya dengan tanpa merasa berdosa sedikitpun,
atau minimalnya mereka tetap meremehkan hal ini, padahal ada sebuah
kaedah penting yang telah kita ketahui bersama yaitu
لاَ صَغِيْرَةَ مَعَ الإصْرَار
Tidak lagi disebut dosa kecil jika (perbuatan maksiat itu) dilakukan terus menerus.
Hukum memandang wajah wanita yang bukan mahram.
Dari Jarir bin Abdillah radliyallahu ‘anhu , ia berkata,
سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ عَنْ نَظْرَةِ الْفَجَاءَةِ, فَأَمَرَنِيْ أَنْ أَِصْرِفَ بَصَرِيْ
“Saya
bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang
pandangan yang tiba-tiba (tidak sengaja), maka beliau memerintahan aku
untuk memalingkan pandanganku”
Dari Buraidah, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Ali radliyallahu ‘anhu,
يَا عَلِيّ ُ! لاَتُتْبِعِ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ, فَإِنَّمَا لَكَ الأُولَى وَلَيْسَتْ لَكَ الأَخِيْرَةُ
“Wahai
Ali janganlah engkau mengikuti pandangan (pertama yang tidak sengaja)
dengan pandangan (berikutnya), karena bagi engkau pandangan yang pertama
dan tidak boleh bagimu pandangan yang terakhir (pandangan yang kedua)”
Dari
Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhu, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah membonceng Al-Fadl lalu datang seorang wanita dari
Khots’am. Al-Fadl memandang kepada wanita tersebut –dalam riwayat yang
lain, kecantikan wanita itu menjadikan Al-Fadl kagum- dan wanita itu
juga memandang kepada Al-Fadl, maka Nabipun memalingkan wajah Al-Fadl
kearah lain (sehingga tidak memandang wanita tersebut)…”
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam memalingkan wajah Al-Fadl sehingga tidak
lagi memandang wajah wanita tersebut, jelaslah hal ini menunjukan bahwa
memandang wajah seorang wanita (yang bukan mahram) hukumnya haram.
0 komentar:
Post a Comment